Terjemahaan

Senin, 25 Juni 2012

Beberapa KESALAHAN dalam PELAKSANAAN PUASA RAMADHAN

                                         بـــــسم الله الرّ حـــــمن الرّحـــــيم

Berikut beberapa kesalahan yang tidak jarang dijumpai di tengah masyarakat. Kami mengingatkan hal tersebut pada akhir buku ini agar setiap muslim dan muslimah menghindarinya.

Pertama:  --> Menentukan Masuknya Ramadhan dengan Ilmu Falak


Menentukan masuknya bulan Ramadhan dengan menggunakan ilmu falak atau ilmu hisab adalah kesalahan yang sangat besar dan bertolak belakang dengan tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ.
“Maka, barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa.” [Al-Baqarah: 185]

Juga dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّىَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلاَثِينَ
“Berpuasalah kalian karena melihat (hilal) tersebut dan ber­bukalah kalian karena melihat (hilal) tersebut. Apabila tertutupi dari (pandangan) kalian, sempurnakanlahbulan (Sya’ban) menjadi tiga puluh (hari).”

Ayat dan hadits di atas sangatlah jelas menunjukkan bahwa masuknya Ramadhan terkait dengan hal melihat/menyaksikan hilal dan tidak dikaitkan dengan hal menghitung, menghisab, dan selainnya.

Kedua: --> Mempercepat Waktu Sahur
Hal ini tentunya bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengakhirkan waktu sahurnya sebagaimana penjelasan yang telah berlalu.

Ketiga: --> Menjadikan Tanda Imsak Sebagai Batasan Waktu Sahur
Sering terdengar saat Ramadhan, bunyi­-bunyian yang dijadikan sebagai tanda imsak (imsak sendiri berarti menahan, yaitu menahan diri dari makan, minum, jima’, dan berbagai pembatal puasa lain), seperti suara sirine, ayam berkokok, dan beduk, yang terdengar sekitar seperempat jam sebelum adzan.
Tentunya hal ini merupakan kesalahan yang sangat besar dan bid’ah sesat lagi bertolak belakang dengan tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang mulia.


Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ.
“Dan makan dan minumlah kalian hingga tampak, bagi kalian, benang putih terhadap benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.” [Al-Baqarah: 187]


Dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan,

إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى تَسْمَعُوا تَأْذِينَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari, maka makan dan minumlah kalian sampai mendengar seruan adzan Ibnu Ummi Maktum.”

Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa akhir waktu sahur adalah adzan kedua, yaitu adzan shalat Shubuh. Se­harusnya, inilah pegangan kaum muslimin, yaitu menjadikan adzan Shubuh sebagai ba­tas waktu terakhir makan sahur dan meninggalkan penggunaan tanda imsak,
yang tidak pernah dikenal oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.


Keempat: --> Melafazhkan Niat Puasa saat Makan Sahur
Hal ini juga merupakan perkara yang salah karena waktu niat tidak dikhususkan pada makan sahur saja,
tetapi bermula dari terbenamnya ma­tahari sampai terbitnya fajar sebagaimana penjelasan kami.
Selain itu, pelafazhan niat juga perkara baru dalam agama ini yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.


Kelima: --> Meninggalkan Hal Berkumur-kumur dan Meng­hirup Air ketika Berwudhu
Hal ini juga merupakan kesalahan yang banyak terjadi pada kaum muslimin.
Mereka menganggap bahwa hal berkumur-kumur dan menghirup air merupakan pembatal puasa,
padahal hal tersebut merupakan perkara yang disunnahkan dalam hal berwudhu menurut pandangan syariat Islam sebagaimana yang telah dijelaskan.


Keenam: --> Anggapan bahwa Tidak boleh Menelan Ludah
Pada kaum muslimin, kita kadang mendapati angga­pan bahwa seseorang tidak boleh menelan ludah saat ber­puasa, sehingga kita kadang mendapati sebagian kaum muslimin sering meludah saat berpuasa.
 Maka, tidaklah diragukan bahwa hal ini merupakan sikap berlebihan dan pembebanan diri tanpa dilandasi dengan tuntu­nan yang benar dalam syariat Islam.


Ketujuh: --> Mengakhirkan Buka Puasa
Hal ini juga adalah kesalahan yang banyak terjadi pada kaum muslimin, 
padahal tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah jelas akan kesunnahan mempercepat buka puasa bila masuknya waktu berbuka telah pasti sebagai­mana penjelasan kami.

Kedelapan: --> Menghabiskan Waktu dengan Perkara Yang Sia-Sia saat Ramadhan

Kesembilan: --> Ragu Mencicipi Makanan

Hal tersebut adalah kesalahan, padahal boleh sepanjang seseorang dapat menjaga agar tidak menelan makanan tersebut sebagaimana keterangannya telah berlalu.

Kesepuluh: --> Lalai pada Akhir Ramadhan

Adalah kesalahan, menyibukkan diri dengan berbagai pekerjaan rumah tangga yang mungkin dikerjakan pada waktu lain sehingga melalaikan seseorang terhadap berbagai ibadah Ramadhan, khususnya pada sepuluh hari terakhir.

Kesebelas: --> Anggapan Bahwa Tunggakan Ramadhan Menjadi Dua Kali Lipat Bila Diundur Hingga Ramadhan Berikutnya

Keyakinan bahwa seseorang yang mengundur dalam hal mengqadha tunggakan puasa sampai setelah Ramadhan, tunggakan puasanya menjadi dua kali lipat merupakan kesalahan karena tidak ada dalil shahih yang menunjukkan hal tersebut. Kami telah menerangkan rincian tentang orang yang mengundur qadha tunggakan puasanya.

Kedua Belas: --> Pembayaran Fidyah terhadap Puasa yang Belum Ditinggalkan

Membayar fidyah sebelum meninggalkan puasa Ramadhan adalah kesalahan, 
seperti perempuan hamil yang merencanakan untuk tidak berpuasa Ramadhan, lalu sebelum Ramadhan atau pada awal Ramadhan, dia membayar fidyah untuk tiga puluh hari. Tentunya, hal ini adalah perkara yang salah karena kewajiban pembayaran fidyah dibebankan atasnya apabila ia telah meninggalkan puasa.

from : al-karawanjy

Tidak ada komentar: