Terjemahaan

Senin, 25 Juni 2012

SETARA dengan MEMBEBASKAN BUDAK

Amalan yang Berpahala setara Membebaskan Budak
Ibnu Abdil Bari el Afifi
                                                                                   بـــــسم الله الرّ حـــــمن الرّحـــــيم
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ مُصَرِّفٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْسَجَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ مَنَحَ مَنِيحَةَ لَبَنٍ أَوْ وَرِقٍ أَوْ هَدَى زُقَاقًا كَانَ لَهُ مِثْلُ عِتْقِ رَقَبَةٍ ».
Dari Thalhah bin Musharrif berkata, Aku mendengar Abdurrahman bin Ausajah berkata, Aku mendengar Bara’ bin Azib berkata, Aku mendengar Rasululloh berkata, “Barangsiapa memberi minum susu, memberi pinjaman uang, atau memberi petunjuk kepada orang yang tersesat jalan, ia mendapat pahala semisal membebaskan satu budak.”(HR. Tirmidzi, dan berkata, Ini hadits Hasan Shahih).

Dalam riwayat lain, Dari Nu’man bin Basyir berkata, Aku mendengar Rasululloh bersabda, “Barangsiapa memberi pinjaman perak atau emas, memberi minum susu, atau memberi petunjuk kepada orang yang tersesat jalan, ia mendapat pahala seperti membebaskan satu budak.” (HR. Ahmad, hadits ke-18900).
Diantara keindahan syariat Islam, ia mengajarkan empati kepada sesama. Menumbuhkan kesadaran untuk menolong orang yang membutuhkan, baik orang itu meminta atau tidak. Di dalam hadits di atas, Nabi memberikan bonus berupa pahala membebaskan seorang budak dengan amalan-amalan ‘biasa’ ; memberikan pinjaman, memberi minum atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat. Sebenarnya amalan ini tidak mudah, kecuali bagi orang-orang yang terasah kepekaannya untuk meluangkan secuil waktunya untuk peduli dan empati. Menolong orang yang belum tentu berterima kasih, apalagi memberi upah. Ia sadar; bantuannya bukan untuk itu, tetapi untuk menambah pundi pahala di akherat kelak.
Kita mungkin mendengar kaidah, “Besarnya pahala sesuai dengan besarnya amalan.” Lantas, terdetik dalam diri kita, “Seberapa pentingkah memberikan pinjaman, memberi minum atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat sehingga harus diberi imbalan seperti membebaskan budak?” urgensi amalan ini hanya bisa difahami dengan baik oleh orang yang pernah merasakannya.
Mendapat pinjaman tentulah amat berharga bagi orang yang sangat membutuhkan, apalagi kebutuhannya sangat mendesak, dan tidak ada jalan untuk memenuhi kebutuhannya kecuali dengan mencari pinjaman. Dan pinjaman ini akan terasa bermakna bila tanpa berbunga, terlebih bagi orang yang menjaga diri dari ‘debu-debu’ riba. Sungguh uluran tangan berupa pinjaman uang ini akan sangat-sangat membantu.  Secuil pinjaman itu akan menghidupkan asa. Dan kebaikan memberi pinjaman tidak hanya dirasakan oleh orang yang mendapatkan pinjaman, tetapi juga oleh orang yang meminjami. Rasululloh bersabda, “Man yassara ala mu’sirin yassarallahu alaihi fi al dunya wa al akhirah, siapa yang memudahkan orang yang kesulitan, Allah akan memudahkan urusannya, di dunia dan di akherat.” (HR. Ibnu Hibban, Syu’aib al Arnauht berkata, “Hadits ini Shahih dan berisnad Hasan.”). jadi, menolong orang lain berarti menolong diri sendiri. Believe it or not!
Tentang memberi minum kepada orang yang dahaga pun tidak bisa dianggap sepele. Howard Kalley adalah salah satu contohnya. Ketika kecil dulu, ia merasakan kehausan yang sangat di tengah teriknya matahari. Ia tidak mampu membeli minuman karena kue yang ia jual belum laku. Ketika melihat rumah besar, ia ingin meminta segelas air minum kepada penghuni rumah. Ternyata yang keluar adalah seorang gadis cantik yang bergaun anggun. Ia bertanya, “Ada yang bisa saya bantu?” “Ya, saya minta segelas air putih.” Jawab Howard Kalley. Namun, karena berpikiran bahwa si peminta tidak mungkin haus saja, tetapi juga lapar, sang gadis membuatkan segelas susu. Bagi Howard Kalley, susu itu terasa manis dan lezat. Ia sungguh berhutang budi. Meminta segelas air putih tetapi dibuatkan segelas susu. Hingga ia berkata, “Berapakah saya harus membayar segelas susu ini?”
Gadis tersebut menjawab dengan jawaban indah, “Orang tua saya mengajarkan agar kita menolong sesama, dan tidak membutuhkan upah dari mereka. Segelas susu itu adalah gratis dan tidak berbayar.” Howard Kalley terpesona. Ia tidak pernah melupakan gadis tersebut, dan budi baiknya. Hingga pada suatu hari, ketika keduanya sudah dewasa. Gadis ini menderita sakit kritis. Banyak rumah sakit yang angkat tangan mengobati penyakitnya. Lalu, didapati ada dokter spesialis yang bisa mengobati penyakitnya. Dan selama masa perawatan, kondisinya berangsung-angsur hingga ia sembuh, namun ia masih menimang-nimang amplop yang ada di dadanya. Berapakah biaya yang akan ia bayar? Semua uang sudah habis untuk biaya pengobatan sebelumnya. Namun ia harus realistis. Cepat atau lambat, ia pasti mengetahuinya. Dengan tangan bergetar, ia membuka amplop yang berisi semua biaya pengobatannya. Tetapi ia terkejut, dan hampir tak percaya. Matanya sembab, berlinang airmata kebahagiaan. Kalimat syukur tak pernah lepas dari mulutnya. Ia seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya tetapi itulah faktanya. Tulisan di amplop itu sungguh membuatnya berderai airmata kebahagiaan, “Paid in full with one glass of milk. (Signed), Dr. Howard Kalley. Semua biaya pengobatan sudah terlunaskan dengan SEGELAS AIR SUSU. Tertanda, Dr. Howard Kalley.” Gadis tadi tak henti berucap puji dan terima kasih.
Tahukah kita, susu yang dulu dibuat oleh si gadis dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, selalu terkenang di hati Howard Kalley, bahkan dari kecil hingga dewasanya?. Pelajaran lain dari kisah ini, kebaikan kita kepada orang lain akan terbalas sempuna di dunia –dan di akherat bagi orang mukmin- sekalipun setelah berpuluh-puluh tahun lamanya. Dari sinilah, Islam mengajarkan agar kita tidak meremehkan perbuatan kecil, sekalipun terasa remeh-temeh di mata kita. Yakinlah, ia sangat berharga bagi orang yang membutuhkannya. Di akherat kelak, kita akan sangat merindukan dan teramat bahagia ketika melihat balasan amal-amal shaleh yang pernah kita lakukan di dunia, dan menyesali amal-amal shaleh yang terluput dari kita.
Aku jadi teringat memori masa ketika sakit dulu, hingga kini. Ada seorang teman yang sangat baik hati, dan memiliki kepekaan yang sangat tinggi. Ia membuatkan segelas madu hangat. Sangat istimewa dan manis rasanya. Setelah itu, badanku terasa fit, dan sehat secara perlahan. Entah mengapa, hingga kini aku masih terkenang dengan segelas madunya? Padahal dulu, aku sudah ‘menebus’ segelas madunya dengan mentraktir mie-bakso dan es teh ketika aku mengajaknya jalan-jalan. Jujur, aku masih teringat dengan segelas madunya…,entahlah…, aku hanya bisa mendoakan kebaikan untuknya…, dan keluarganya. Memang berbeda; madu dan susu, tetapi setidaknya substansinya sama; memberi minum. Ia amat berharga bagi orang yang membutuhkannya, terlebih bila ia dicekik kehausan yang amat sangat.
Poin ketiga : Menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat. Amalan inipun tidak boleh dianggap ringan. Hanya dengan menunjukkan jalan, orang yang tersesat bisa tenang dalam meneruskan perjalanannya. Sedikit informasi bisa melegakan hati orang yang bertanya, bahkan bisa jadi ia mendoakan kebaikan bagi penunjuk jalan, dalam hatinya.
Pernah, sehabis isya’, aku mengantarkan seorang remaja yang kabur dari rumahnya. Ia menjadi penunjuk jalan malam itu. Jalan demi jalan kulalui. Ternyata rumahnya jauh juga, di perkotaan lagi. Parahnya, aku tidak hafal jalannya karena banyak pertigaan-perempatan. Ditambah, tidak memakai helm. Astaghfirullah, ucapku dalam hati.  Sesampainya di depan gang rumah remaja yang aku antar, aku pamit pulang. Aku memutar otak; jalan mana saja ya yang tadi aku lalui? Bismillah. Setelah beberapa kali menyusuri jalan, aku tidak ingat lagi jalan yang mana. Ketika ada toko yang masih buka, aku bertanya, “Pak, boleh tanya; kalau pergi ke Pabelan, lewat mana yah?” tetapi apa jawab bapak tadi, “Wah, jauh sekali mas. Mas lewat jalan ini, lurus, nanti belok kanan bla bla bla…” ketika aku tanya, “Berarti harus lewat jalan besar ya pak? Masalahnya, saya lupa tidak membawa helm karena tidak tahu kalau sampai sejauh ini. Tadi baru mengantar seorang teman yang kabur dari rumahnya, tetapi sayangnya saya tidak hafal jalannya. Kirain deket, eh..ternyata jauh banget.” “Ya, harus lewat jalan besar. Terserah mas. Berani apa tidak sama polisi. Lewat jalan ini pasti melewati pos-pos yang dijaga oleh polisi di perempatan-perempatan jalan.” Jawab bapak tadi. Terus terang, aku takut. Sudah tersesat jalan, ditakut-takutin lagi. Aku mencari alternatif sendiri. Bismillah, aku melewati jalan masuk di samping toko tadi setelah berpamitan kepada bapak yang ‘galak’ tadi.  Jalan tadi lagi-lagi bertemu dengan jalan besar. Kalau nekat, khawatir jadi ‘mangsa’ pak polisi. Kembali aku bertanya, kali ini kepada orang yang habis belanja di minimarket, “Mas, kalau ke Pabelan, lewat mana ya?” orang pertama menjawab, “Lewat jalan ini saja, lurus, nanti ada perempatan, trus belok kiri, kemudian ada pertegiaan, ambil kiri nanti sudah sampai as Salam.” Masih belum lega, aku tanya orang kedua, dan ia memberi jawaban, “Lewat jalan ini aja mas, nanti ada jalan masuk lewat Hotel Kendedes, dan masuk terus nanti dah sampai Pabelan.” Hotel Kendedes??, Allah. Aku ingat sekali, ternyata jalan ini toh. Setelah berucap terima kasih, aku kembali ke tempat kediamanku. Lelah. Sangat lelah, mengantar sehabis isya’ tetapi baru sampai ketika jarum jam menunjukkan angka 11-an malam lebih. Mudah-mudahan segala lelah mengantar tadi tidak sia-sia. Semoga.
Aku salut kepada teman-teman di cawas. Mereka berada di jembatan dengan beramai-ramai hanya untuk memperingatkan pengguna jalan agar tidak melewati jalan yang menuju kearah klaten karena jalannya banjir. Dan benar, hanya beberapa saat kami berjalan, jalan tertutupi air. Sejarak beberapa meter sudah setinggi setengah lutut. Semakin ditelusuri, kata seorang bapak, jalanan semakin dalam karena tenggelam air. Jalanan yang tenggelam masih jauh, beberapa kilometer. Subhanallah. Malam jum’at, 4 November 2010 kemarin tak kan pernah terlupakan. Mengingat pengalaman-pengalaman ini, aku teringat kenapa dulu bapak-ibu yang aku antarkan ke tempat adiknya di perumahan Purbayan sangat-sangat berterima kasih.
Rasululloh berkata, “Barangsiapa memberi minum susu, memberi pinjaman uang, ataumemberi petunjuk kepada orang yang tersesat jalan, ia seperti membebaskan satu budak.”(HR. Tirmidzi, dan berkata, Ini hadits Hasan Shahih).
Sekarang, sudikah kita memberi minum susu, memberi pinjaman uang, atau sekedar memberi petunjuk kepada orang yang tersesat jalan, yang berpahala setara membebaskan seorang budak? Padahal di samping berpahala membebaskan seorang budak, kebaikan yang kita lakukan akan kembali kepada diri kita; dunia-akherat. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita agar mudah mengeja setiap kebaikan, seberapapun kecilnya, di mata manusia kita. Wallahu A’lam. Ibnu Abdul Bari el Afifi, Kota Ilmu, 7 November 2010, pukul 09.00. 
from : oaseimani

Tidak ada komentar: